Cerpan
Kriiiiing.... kriiiiing...kriiiiing!!!
Kriiiiing.... kriiiiing...kriiiiing!!!
Bel tanda bunyi masuk
ke sekolah berbunyi. Semua siswa berlarian karena takut terlambat masuk ke
kelas. Begitu juga denganku, aku tidak mau dihukum membersihkan seluruh kamar mandi
di sekolahan. Dan hari ini juga hari pertama masuk sekolah setelah liburan
semester pertama di sekolahanku.
Semua siswa masuk ke
kelas. Aku duduk paling depan karena aku ingin konsentrasi dalam menerima
pelajaran. Tak lama kemudian, Ibu Guru datang dengan membawa seorang murid
baru. Dia seorang murid pindahan dari Surabaya namanya Irvan. Badanya tinggi
besar, kulitnya sawo matang, dan dia juga tampan. Semua temanku terpesona
melihat ketampanannya. Tetapi aku tidak, aku biasa cuek melihat orang tampan
sampai-sampai teman-temanku mengataiku orang aneh.
Dua bulan sudah
berlalu. Berita kehebohan tentang ketampanan Irvan sudah tersebar dimana-mana.
Setiap gadis di sekolahan membicarakannya. Aku heran kenapa mereka selalu
mengharapkan Irvan memilih satu di antara mereka? Padahal Irvan hanya bersikap
cuek-cuek saja kepada mereka. Aku sampai kasihan kepada mereka semua.
Bel jam tanda istirahat
berbunyi. Aku ingin pergi ke kantin bersama teman-temanku untuk mengisi perut
kami yang kosong. Aku ingin memesan bakso, sedangkan Tiara, Meta, dan Popy
memesan nasi goreng. Tak jauh dari kantin, kulihat Irvan sedang bermain bola
basket di lapangan.
“Eh, lihat. Si Irvan
tampan sekali?” kata Popy.
“Iya memang dia tampan
sekali. Tapi aku heran, kenapa cowok setampan dia tidak punya cewek? Apa semua
cewek di sekolahan ini jelek-jelek?” sahut Meta.
“Mungkin dia fokus pada
belajar, Met.” Jawabku.
“Ahh Ratna kau ini,
syirik melulu. Bilang saja kamu suka padanya. Kamu yang sering banget dekat-dekat
dengannya di kelas!”
“Eh, kamu ngomong apa
sih Met? Aku kan hanya bertanya-tanya soal pelajaran, tidak lebih. Beneran deh,
aku tidak mempunyai rasa sama sekali dengan Irvan !”
“Ya, mungkin juga sih,
Irvan suka sama kamu, soalnya dia jarang sekali mau diajak bicara.” Sahut
Tiara.
“Kalian semua menyebalkan!”
“Hahaha..... tidak
apa-apa kalau seandainya kamu berpacaran dengan Irvan. Kita sebagai temen kamu
mendukung kamu sepenuhnya untuk menjadi pacar Si Irvan itu” ledek Tiara.
“Huufft, kalian ini!”
Akhir-akhir ini aku
memang dekat dengan Irvan. Setiap hari aku menghampiri Irvan di bangkunya untuk
bertanya tentang soal-soal pelajaran yang aku anggap sulit untuk ku kerjakan. Begitu
juga sebaliknya, jika Irvan kesulitan mengerjakan soal yang dirasa olehnya
sulit, dia bertanya kepadaku. Tapi kenapa, setiap aku dekat dengan Irvan aku
merasa deg-degan? Apa ini yang dinamakan cinta? Benarkah aku sedang jatuh cinta
kepada murid baru itu? Tapi betapa naifnya jika aku mencintainya karena aku
sudah bilang kepada teman-temanku bahwa aku tidak punya rasa apa-apa kepada
Irvan? Tapi apakah mungkin Irvan juga memiliki rasa yang sama terhadapku? Ah,
buat apa aku memikirkan masalah ini dengan berlama-lama? Itu akan membuang waktuku
saja. Mana mungkin cowok yang paling tampan di sekolahanku mencintai seorang
cewek yang biasa-biasa saja sepertiku?
Kurebahkan tubuhku di kasurku.
Kupejamkan mataku sesaat. Tiba-tiba aku mendengar suara ketukan dari depan
pintu rumah. Segera aku turun dari kasurku dan menuju ke pintu depan. Setelah
ku buka pintunya, betapa terkejudnya aku. Tidak ada seorang pun yang ada di
depan rumah. Aku bingung, siapa yang mengetuk pintu rumahku tadi? Ku melihat
keseluruh halaman rumahku, tetapi tak ada seorang pun di sana. Ketika aku
menundukkan kepala, aku melihat sepucuk surat di lantai. Aku pun mengambilnya
dan membawanya ke dalam.
Sesampainya di kamar,
ku buka sampul suratnya. dan aku pun mulai membacanya.
“Kenapa setiap aku dekat denganmu jantungku terasa deg-degan? Mengapa
aku selalu salah tingkah ketika kau menatap aku? Kenapa juga aku selalu gagap
saat aku bicara padamu? Apa kau tau yang ku rasakan saat ini? Aku mempunyai
rasa kepadamu. Rasa itu adalah rasa cinta. Rasa cinta yang kurasakan untuk
pertama kali dalam hidupku. Andai aku bisa mengenalmu lebih dekat, betapa
bahagianya aku. Dan aku berharap kita bisa saling memiliki.”
Aneh,
kenapa nama pengirimnya tidak ditulis? Apakah pengirimnya lupa? Ataukah memang
disengaja tidak menulisnkan namanya? Lalu siapa yang mengirimkan surat
misterius ini kepadaku? Siapa ya kira-kira yang mengirimkan surat itu kepadaku?
Jangan-jangan teman-temanku yang sengaja mengerjain aku? Tapi apa mungkin
mereka sejahil itu kepadaku? Ah, masa bodoh ah aku tidak mau tahu.
Jam 15.30 bel tanda
berakhirnya pelajaran berbunyi. Semua siswa berhamburan keluar dari kelas
mereka. Aku segera menuju ke jalanan untuk mencari angkutan umum. Tiba-tiba
Irvan datang menghampiriku dengan mengendarai sepeda montor.
“Ratna, ayo pulang
bareng dengan ku?.”
“Aa...aku dengan
teman-teman , kamu duluan saja.”
“Oo.. Ya sudah kalau begitu.
Aku duluan ?”
“Ok! Hati-hati di jalan
Irvan!!
Setelah kejadian itu,
sikap Irvan berubah padaku. Dia tidak lagi menghampiri aku di bangku ku untuk
bertanya. Dia juga tidak pernah menyapaku sama sekali. Dia seperti ingin
menjauh dariku. Padahal kami teman satu
kelas. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Irvan? Apakah aku salah menolak
ajakan dia pulang bersama dengannya kemarin? Ahh, tidak mungkin. Tapi, mengapa
dia menjauhiku? Betapa sakitnya hatiku karena dicampakkan olehnya. Aku tidak
tahu harus bagaimana apakah aku harus minta maaf padanya? Atau, aku hanya
menyikapi perubahan Irvan kepadaku dengan masa bodoh? Ya Tuhan, apa yang
sebenarnya terjadi dengan Irvan?
Keesokan harinya, Irvan
tidak masuk ke sekolah. Apa yang terjadi dengan Irvan? Mengapa dia tidak masuk
sekolah tanpa memberi kabar kepada teman-teman sekelas? Kenapa hatiku gelisah
saat Irvan tidak ada di kelas? Mengapa semangatku menurun saat Irvan tidak
masuk sekolah? Aku sangat
mengkhawatirkannya. Semoga tidak terjadi apa-apa pada Irvan.
Sudah enam hari Irvan
tidak masuk sekolah. Semua temanku panik. Sebenarnya apa yang terjadi dengan
Irvan? Dia menghilang tanpa meninggalkan kabar. Itu sangat membuatku sedih.
Kemarin ketua kelasku ke rumah Irvan, tapi tidak ada orang dirumahnya. Lalu
Irvan pergi kemana? Apa yang sedang dilakukanya saat ini? Sungguh aku sangat
mengkhawatirkannya.
Jam 18.30, seperti
biasanya sebagai seorang siswa tugasku adalah belajar. Aku mengerjakan tugas
rumahku yang semakin hari semakin banyak. Aku pun penat, dan akhirnya aku
memutuskan untuk menghentikan belajarku. Ku bereskan buku-buku yang ada di meja
dan menatanya di rak buku dengan rapi. Tiba-tiba kudengar suara ketukan pintu
dari depan rumahku. Apakah itu ketukan orang yang mengirimkan ku sepucuk surat
satu Minggu yang lalu? Bergegas aku keluar dari kamar dan dengan cepat aku
membuka pintu rumah. Ya, memang benar! Ada sepucuk surat di lantai. Tetapi aku
merasa kecewa sekali karena aku terlalu lama membukakan pintu sehingga aku
tidak mengetahui siapa pengirim surat misterius itu.
Aku membuka surat
misterius itu. Dan lagi, nama pengirim surat itu tidak ditulis. Aku bingung
sekali. Siapa yang mau mempermainkan aku? Tega sekali orang itu mempermainkan
aku? Herannya, aku tidak pernah ada masalah dengan teman-temanku di sekolah.
Aku mulai jengkel dengan semua ini, dan akhirnya aku ingin mencari tahu siapa
orang yang mempermainkan aku.
Malam pun berganti
pagi. Jam menunjukkan pada pukul 06.30. Dan aku segera berangkat ke sekolah
supaya tidak terlambat masuk sekolah. Setiba di kelas, aku mulai menginterogasi
ketiga temanku.
“Eh, kalian yang mengirimkan surat misterius itu padaku?”
“Surat apa? Aku tidak
paham dengan pembicaraanmu tadi.” Tiara bingung.
“Kemarin, ada seseorang
yang mengirimkan aku surat misterius.. Surat itu tidak ada nama pengirimnya.
Dan aku menuduh kalian yang mengirimkan surat misterius ke padaku karena kalian
suka sekali kan jahil padaku?”
“Enak saja! Aku tidak
mungkin sejahil itu. Kamu jangan menuduh sembarangan!!!” gertak Tiara.
“Iya nih, kamu kalau menuduh
orang jangan sembarangan. Itu namanya fitnah!” sahut Meta.
“Mungkin penggemar rahasia
kamu Rat.” Ledek Popy.
“Ah, mulai lagi kan? Sudah
dua kali ada seseorang yang mengirimkan surat misterius kepadaku. kira-kira
kalian tahu siapa yang mengirimkan surat itu kepadaku?”
“Memang isi suratnya
apa?” tanya Meta.
“Asalkan kalian mau
diam, aku akan menceritakan semua isi surat misterius itu.”
Mereka bertiga diam, dan aku segera mulai menceritakan
isi surat misterius itu kepada mereka secara detail. Dari balik pintu kelas,
ada seseorang yang mendengarkan pembicaraan kami. Orang itu memakai jas hitam
dan badanya besar dan tegap. Aku melihatnya sekilas, tetapi seseorang itu
menghilang begitu saja. Siapa dia? Mengapa dia sengaja mendengarkan pembicaraanku dengan teman-temanku?
Bel tanda berakhirnya
pelajaran berbunyi. Seperti biasa aku segera menuju ke jalan raya untuk mencari
angkutan. Tiba-tiba ada sebuah mobil yang berhenti didepanku. Alangkah
terkejudnya aku ketika aku tahu siapa yang keluar dari mobil itu. Irvan! Dia
lalu menghampiriku dengan senyumnya yang manis. Dia ingin mengajakku ke suatu
tempat makan. Dia membukakan pintu mobilnya, dan menyuruhku masuk. Tanpa
berkata apa-apa, aku segera masuk ke mobilnya.
Kami turun di suatu
tempat perbelanjaan di kota Malang. Lalu
kami naik ke lantai atas. Di sana kami memesan dua cangkir kopi dan dua piring
kue pay.
“Bolehkah kita memulai
pembicaraannya?” kata Irvan.
“Tentu. Tapi aku ingin
bertanya padamu, kemana saja kau selama satu minggu ini? Aku sangat
mengkhawatirkanmu.”
“Maafkan aku telah
membuatmu mencemaskanku. Sebenarnya aku sedang pergi ke Surabaya untuk beberapa
hari. Ibuku meninggal dunia. Jadi aku harus pulang ke Surabaya dengan
terburu-buru tanpa meninggalkan pesan.”
“Ibu kamu meninggal?
Aku turut berduka cita atas kematian Ibumu.”
“Ya, terima kasih
Ratna. Semuanya sudah jelaskan? Em, dan bisakah kita bicara pada intinya?”
“Ya, tentu saja.”
“Ratna, maukah kau
menjadi kekasihku?”
Aku terdiam mendengar
perkataan dari mulut Irvan tadi. Benarkah yang diucapkannya tadi? Jantungku
berdenyub dengan kencang, dan akupun berkeringat.
“Apa? Kau bergurau? Itu
tidak lucu Irvan.”
“Sebenarnya aku ingin
jujur tentang sesuatu padamu.”
“Tentang apa?”
“Tentang surat yang ku
kirimkan kepadamu kemarin.”
“Jadi kamu yang
mengirimkan surat itu padaku?”
“Ya, aku yang megirimkan
surat itu kepadamu.”
“Seminggu yang lalu,
kau juga yang mengirimkannya?”
“Iya, aku yang
mengirimkannya. Maaf telah membuatmu bingung. Karena aku merasa bingung
bagaimana caranya untuk mengungkapkan isi hatiku padamu.”
“Tapi kenapa di sekolah
kau menghindar dariku?”
“Soal itu aku ingin
mengujimu. Aku sengaja menjauhimu supaya kau bisa memikirkanku.”
“Jadi, kau
mencintaiku?”
“Ya, aku mencintaimu.
Dan aku ingin kau menjadi kekasihku. Maukah kau menerimaku sebagai kekasihmu?”
“Sebenarnya aku juga mencintaimu.
Tapi aku malu megungkapkannya.”
“Benarkah? Aku senang mendengarnya. Jadi bagaimana?”
“Benarkah? Aku senang mendengarnya. Jadi bagaimana?”
“Ya, aku menerimamu
sebagai kekasihku.”
“Terima kasih kau telah
memberiku kesempatan untuk menjadi kekasihmu.”
“Ya sama-sama. Aku juga
berterimakasih padamu karena kau telah memilihku sebagai kekasihmu.”
Ha? Sedang mimpikah
aku? Benarkah aku menjadi kekasih Irvan? Takku sangka cintaku tidak bertepuk
sebelah tangan. Terima kasih Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar