Rabu, 18 April 2012

Surat Misterius

Cerpan


Kriiiiing.... kriiiiing...kriiiiing!!!
            Bel tanda bunyi masuk ke sekolah berbunyi. Semua siswa berlarian karena takut terlambat masuk ke kelas. Begitu juga denganku, aku tidak mau dihukum membersihkan seluruh kamar mandi di sekolahan. Dan hari ini juga hari pertama masuk sekolah setelah liburan semester pertama di sekolahanku.
            Semua siswa masuk ke kelas. Aku duduk paling depan karena aku ingin konsentrasi dalam menerima pelajaran. Tak lama kemudian, Ibu Guru datang dengan membawa seorang murid baru. Dia seorang murid pindahan dari Surabaya namanya Irvan. Badanya tinggi besar, kulitnya sawo matang, dan dia juga tampan. Semua temanku terpesona melihat ketampanannya. Tetapi aku tidak, aku biasa cuek melihat orang tampan sampai-sampai teman-temanku mengataiku orang aneh.
            Dua bulan sudah berlalu. Berita kehebohan tentang ketampanan Irvan sudah tersebar dimana-mana. Setiap gadis di sekolahan membicarakannya. Aku heran kenapa mereka selalu mengharapkan Irvan memilih satu di antara mereka? Padahal Irvan hanya bersikap cuek-cuek saja kepada mereka. Aku sampai kasihan kepada mereka semua.
            Bel jam tanda istirahat berbunyi. Aku ingin pergi ke kantin bersama teman-temanku untuk mengisi perut kami yang kosong. Aku ingin memesan bakso, sedangkan Tiara, Meta, dan Popy memesan nasi goreng. Tak jauh dari kantin, kulihat Irvan sedang bermain bola basket di lapangan.
            “Eh, lihat. Si Irvan tampan sekali?” kata Popy.
            “Iya memang dia tampan sekali. Tapi aku heran, kenapa cowok setampan dia tidak punya cewek? Apa semua cewek di sekolahan ini jelek-jelek?” sahut Meta.
            “Mungkin dia fokus pada belajar, Met.” Jawabku.
            “Ahh Ratna kau ini, syirik melulu. Bilang saja kamu suka padanya. Kamu yang sering banget dekat-dekat dengannya di kelas!”
            “Eh, kamu ngomong apa sih Met? Aku kan hanya bertanya-tanya soal pelajaran, tidak lebih. Beneran deh, aku tidak mempunyai rasa sama sekali dengan  Irvan !”
            “Ya, mungkin juga sih, Irvan suka sama kamu, soalnya dia jarang sekali mau diajak bicara.” Sahut Tiara.
            “Kalian semua  menyebalkan!”
            “Hahaha..... tidak apa-apa kalau seandainya kamu berpacaran dengan Irvan. Kita sebagai temen kamu mendukung kamu sepenuhnya untuk menjadi pacar Si Irvan itu” ledek Tiara.
            “Huufft, kalian ini!”
            Akhir-akhir ini aku memang dekat dengan Irvan. Setiap hari aku menghampiri Irvan di bangkunya untuk bertanya tentang soal-soal pelajaran yang aku anggap sulit untuk ku kerjakan. Begitu juga sebaliknya, jika Irvan kesulitan mengerjakan soal yang dirasa olehnya sulit, dia bertanya kepadaku. Tapi kenapa, setiap aku dekat dengan Irvan aku merasa deg-degan? Apa ini yang dinamakan cinta? Benarkah aku sedang jatuh cinta kepada murid baru itu? Tapi betapa naifnya jika aku mencintainya karena aku sudah bilang kepada teman-temanku bahwa aku tidak punya rasa apa-apa kepada Irvan? Tapi apakah mungkin Irvan juga memiliki rasa yang sama terhadapku? Ah, buat apa aku memikirkan masalah ini dengan berlama-lama? Itu akan membuang waktuku saja. Mana mungkin cowok yang paling tampan di sekolahanku mencintai seorang cewek yang biasa-biasa saja sepertiku?
            Kurebahkan tubuhku di kasurku. Kupejamkan mataku sesaat. Tiba-tiba aku mendengar suara ketukan dari depan pintu rumah. Segera aku turun dari kasurku dan menuju ke pintu depan. Setelah ku buka pintunya, betapa terkejudnya aku. Tidak ada seorang pun yang ada di depan rumah. Aku bingung, siapa yang mengetuk pintu rumahku tadi? Ku melihat keseluruh halaman rumahku, tetapi tak ada seorang pun di sana. Ketika aku menundukkan kepala, aku melihat sepucuk surat di lantai. Aku pun mengambilnya dan membawanya ke dalam.
            Sesampainya di kamar, ku buka sampul suratnya. dan aku pun mulai membacanya.
            “Kenapa setiap aku dekat denganmu jantungku terasa deg-degan? Mengapa aku selalu salah tingkah ketika kau menatap aku? Kenapa juga aku selalu gagap saat aku bicara padamu? Apa kau tau yang ku rasakan saat ini? Aku mempunyai rasa kepadamu. Rasa itu adalah rasa cinta. Rasa cinta yang kurasakan untuk pertama kali dalam hidupku. Andai aku bisa mengenalmu lebih dekat, betapa bahagianya aku. Dan aku berharap kita bisa saling memiliki.”
            Aneh, kenapa nama pengirimnya tidak ditulis? Apakah pengirimnya lupa? Ataukah memang disengaja tidak menulisnkan namanya? Lalu siapa yang mengirimkan surat misterius ini kepadaku? Siapa ya kira-kira yang mengirimkan surat itu kepadaku? Jangan-jangan teman-temanku yang sengaja mengerjain aku? Tapi apa mungkin mereka sejahil itu kepadaku? Ah, masa bodoh ah aku tidak mau tahu.
            Jam 15.30 bel tanda berakhirnya pelajaran berbunyi. Semua siswa berhamburan keluar dari kelas mereka. Aku segera menuju ke jalanan untuk mencari angkutan umum. Tiba-tiba Irvan datang menghampiriku dengan mengendarai sepeda montor.
            “Ratna, ayo pulang bareng dengan ku?.”
            “Aa...aku dengan teman-teman , kamu duluan saja.”
            “Oo.. Ya sudah kalau begitu. Aku duluan ?”
            “Ok! Hati-hati di jalan  Irvan!!
            Setelah kejadian itu, sikap Irvan berubah padaku. Dia tidak lagi menghampiri aku di bangku ku untuk bertanya. Dia juga tidak pernah menyapaku sama sekali. Dia seperti ingin menjauh dariku.  Padahal kami teman satu kelas. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Irvan? Apakah aku salah menolak ajakan dia pulang bersama dengannya kemarin? Ahh, tidak mungkin. Tapi, mengapa dia menjauhiku? Betapa sakitnya hatiku karena dicampakkan olehnya. Aku tidak tahu harus bagaimana apakah aku harus minta maaf padanya? Atau, aku hanya menyikapi perubahan Irvan kepadaku dengan masa bodoh? Ya Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi dengan Irvan?
            Keesokan harinya, Irvan tidak masuk ke sekolah. Apa yang terjadi dengan Irvan? Mengapa dia tidak masuk sekolah tanpa memberi kabar kepada teman-teman sekelas? Kenapa hatiku gelisah saat Irvan tidak ada di kelas? Mengapa semangatku menurun saat Irvan tidak masuk sekolah? Aku sangat  mengkhawatirkannya. Semoga tidak terjadi apa-apa pada Irvan.
            Sudah enam hari Irvan tidak masuk sekolah. Semua temanku panik. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Irvan? Dia menghilang tanpa meninggalkan kabar. Itu sangat membuatku sedih. Kemarin ketua kelasku ke rumah Irvan, tapi tidak ada orang dirumahnya. Lalu Irvan pergi kemana? Apa yang sedang dilakukanya saat ini? Sungguh aku sangat mengkhawatirkannya.
            Jam 18.30, seperti biasanya sebagai seorang siswa tugasku adalah belajar. Aku mengerjakan tugas rumahku yang semakin hari semakin banyak. Aku pun penat, dan akhirnya aku memutuskan untuk menghentikan belajarku. Ku bereskan buku-buku yang ada di meja dan menatanya di rak buku dengan rapi. Tiba-tiba kudengar suara ketukan pintu dari depan rumahku. Apakah itu ketukan orang yang mengirimkan ku sepucuk surat satu Minggu yang lalu? Bergegas aku keluar dari kamar dan dengan cepat aku membuka pintu rumah. Ya, memang benar! Ada sepucuk surat di lantai. Tetapi aku merasa kecewa sekali karena aku terlalu lama membukakan pintu sehingga aku tidak mengetahui siapa pengirim surat misterius itu.
            Aku membuka surat misterius itu. Dan lagi, nama pengirim surat itu tidak ditulis. Aku bingung sekali. Siapa yang mau mempermainkan aku? Tega sekali orang itu mempermainkan aku? Herannya, aku tidak pernah ada masalah dengan teman-temanku di sekolah. Aku mulai jengkel dengan semua ini, dan akhirnya aku ingin mencari tahu siapa orang yang mempermainkan aku.
            Malam pun berganti pagi. Jam menunjukkan pada pukul 06.30. Dan aku segera berangkat ke sekolah supaya tidak terlambat masuk sekolah. Setiba di kelas, aku mulai menginterogasi ketiga temanku.
            “Eh, kalian  yang mengirimkan surat misterius itu padaku?”
            “Surat apa? Aku tidak paham dengan pembicaraanmu tadi.” Tiara bingung.
            “Kemarin, ada seseorang yang mengirimkan aku surat misterius.. Surat itu tidak ada nama pengirimnya. Dan aku menuduh kalian yang mengirimkan surat misterius ke padaku karena kalian suka sekali kan jahil padaku?”
            “Enak saja! Aku tidak mungkin sejahil itu. Kamu jangan menuduh sembarangan!!!” gertak Tiara.
            “Iya nih, kamu kalau menuduh orang jangan sembarangan. Itu namanya fitnah!” sahut Meta.
            “Mungkin penggemar rahasia kamu Rat.” Ledek Popy.
            “Ah, mulai lagi kan? Sudah dua kali ada seseorang yang mengirimkan surat misterius kepadaku. kira-kira kalian tahu siapa yang mengirimkan surat itu kepadaku?”
            “Memang isi suratnya apa?” tanya Meta.
            “Asalkan kalian mau diam, aku akan menceritakan semua isi surat misterius itu.”
Mereka bertiga diam, dan aku segera mulai menceritakan isi surat misterius itu kepada mereka secara detail. Dari balik pintu kelas, ada seseorang yang mendengarkan pembicaraan kami. Orang itu memakai jas hitam dan badanya besar dan tegap. Aku melihatnya sekilas, tetapi seseorang itu menghilang begitu saja. Siapa dia? Mengapa dia sengaja mendengarkan  pembicaraanku dengan teman-temanku?
            Bel tanda berakhirnya pelajaran berbunyi. Seperti biasa aku segera menuju ke jalan raya untuk mencari angkutan. Tiba-tiba ada sebuah mobil yang berhenti didepanku. Alangkah terkejudnya aku ketika aku tahu siapa yang keluar dari mobil itu. Irvan! Dia lalu menghampiriku dengan senyumnya yang manis. Dia ingin mengajakku ke suatu tempat makan. Dia membukakan pintu mobilnya, dan menyuruhku masuk. Tanpa berkata apa-apa, aku segera masuk ke mobilnya.
            Kami turun di suatu tempat perbelanjaan  di kota Malang. Lalu kami naik ke lantai atas. Di sana kami memesan dua cangkir kopi dan dua piring kue pay.
            “Bolehkah kita memulai pembicaraannya?” kata Irvan.
            “Tentu. Tapi aku ingin bertanya padamu, kemana saja kau selama satu minggu ini? Aku sangat mengkhawatirkanmu.”
            “Maafkan aku telah membuatmu mencemaskanku. Sebenarnya aku sedang pergi ke Surabaya untuk beberapa hari. Ibuku meninggal dunia. Jadi aku harus pulang ke Surabaya dengan terburu-buru tanpa meninggalkan pesan.”
            “Ibu kamu meninggal? Aku turut berduka cita atas kematian Ibumu.”
            “Ya, terima kasih Ratna. Semuanya sudah jelaskan? Em, dan bisakah kita bicara pada intinya?”
            “Ya, tentu saja.”
            “Ratna, maukah kau menjadi kekasihku?”
            Aku terdiam mendengar perkataan dari mulut Irvan tadi. Benarkah yang diucapkannya tadi? Jantungku berdenyub dengan kencang, dan akupun berkeringat.
            “Apa? Kau bergurau? Itu tidak lucu Irvan.”
            “Sebenarnya aku ingin jujur tentang sesuatu padamu.”
            “Tentang apa?”
            “Tentang surat yang ku kirimkan kepadamu kemarin.”
            “Jadi kamu yang mengirimkan surat itu padaku?”
            “Ya, aku yang megirimkan surat itu kepadamu.”
            “Seminggu yang lalu, kau juga yang mengirimkannya?”
            “Iya, aku yang mengirimkannya. Maaf telah membuatmu bingung. Karena aku merasa bingung bagaimana caranya untuk mengungkapkan isi hatiku padamu.”
            “Tapi kenapa di sekolah kau  menghindar dariku?”
            “Soal itu aku ingin mengujimu. Aku sengaja menjauhimu supaya kau bisa memikirkanku.”
            “Jadi, kau mencintaiku?”
            “Ya, aku mencintaimu. Dan aku ingin kau menjadi kekasihku. Maukah kau menerimaku sebagai kekasihmu?”
            “Sebenarnya aku juga mencintaimu. Tapi aku malu megungkapkannya.”
            “Benarkah? Aku senang mendengarnya. Jadi bagaimana?”
            “Ya, aku menerimamu sebagai kekasihku.”
            “Terima kasih kau telah memberiku kesempatan untuk menjadi kekasihmu.”
            “Ya sama-sama. Aku juga berterimakasih padamu karena kau telah memilihku sebagai kekasihmu.”
            Ha? Sedang mimpikah aku? Benarkah aku menjadi kekasih Irvan? Takku sangka cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Terima kasih Tuhan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar