Rabu, 18 April 2012

Salah Siapa?

Teks Drama

Tokoh :
1. Rani
2. Willy  
3. Sabrina
4. Hafid
5. Aryan
6. Ibu
7. Ayah 


Adegan pertama     

         Ketika kau bercinta, ketika itulah kau siap mendapat dosa. Ketika    kau  bercumbu, ketika itulah kau bermaksiat. Ketika kau dan pasanganmu berbuat zina, ketika itulah   kau siap memomong anak. Ketika kau mempunyai anak, ketika itulah kau dan suamimu menjadi ayah dan ibu. Ketika anakmu mulai merangkak dan kemudian berjalan, ketika itulah kau sibuk menjaganya. Menjaga supaya dia tidak jatuh, terluka, bahkan patah hati. Kau didik anakmu, supaya anakmu tidakberbuat kesalahan yang sama seperti kedua orang tuanya yaitu, kawin muda.
       Sepulang sekolah Rani, Sabrina, Hafid, dan Aryan pergi ke warung belakang sekolah mereka. Mereka ingin melepas lelah mereka dengan meminum es Degan langganan mereka. 
Sesampainya di warung, Aryan memesan es.
Aryan : “Bu, es Degan 4 gelas.” (sambil duduk merapat bersama teman-temannya)
Penjual :”Iya, Dik.”(sambil mengusap peluhnya yang sudah menganak sungai) Beberapa menit kemudian. 
Penjual :”Ini, Dik es Degannya. Silahkan diminum”(tersenyum lebar)
Ratna   :”Terima kasih, Bu.”(menggeser gelas ke arah Sabrina)
Sabrina:”Huh, hari ini panas sekali. Pekerjaan sekolah menumpuk. Aku bisa jadi gila dibuatnya.”(mengacak-acak rambutnya yang lepek itu)
Hafid : (menepuk pundak Sabrina) “Tenang, kan ada Rani. Kita bisa menyelesaikan tugas sekolah kita dengan mudah. Ha ha ha.”
Rani :”Ah, kau ini bicara apa sih, Hafid?”(wajahnya memerah karena malu)
Aryan  :”Rani, bagi-bagi ilmunya, donk. Biar kita bisa pintar seperti kamu.”
Sabrina:”Hey, itu sih bawaan dia dari bayi. Maklum Rani kan anak Pak dokter dan Bu bidan.”
Rani :”Ah, tidak juga. Yang penting kita belajar yang tekun. Dan jangan ragu untuk bertanya ketika kita mendapat kesulitan dalam mengerjakan soal.”
Hafid :”Sudah-sudah. Yang penting hari Minggu kita pergi ke rumah Rani. Kita belajar kelompok di rumah Rani. Kamu tidak keberatan mengajari kami kan, Rani?”
Rani :”Tentu saja tidak. Kalian boleh ke rumahku kapan saja. Kalian besok ajak Willy , ya? Aku rindu dengannya.”
Sabrina :”Kamu benar-benar jadian dengan Willy? Dia bukan anak baik-baik, Ran. Kamu tahu sendiri bukan?”
Rani : (menepuk bahu Sabrina) “Sudah, tenang saja. Aku pasti baik-baik saja;”

Adegan kedua 

Hari mulai larut malam, ayah Rani tak kunjung datang. Ibu Rani pun gelisah karena ayah Rani tidak menjawab panggilan telepon dari ibu Rani. 
Rani :”Ibu, besok teman-teman Rani belajar kelompok di rumah. Tolong besok siapkan makanan untuk teman-teman Rani ya, Bu.”
Ibu : (sambil mondar mandir) “Iya, pasti ibu siapkan.”
Rani :”Ayah belum pulang juga?(dengan nada cemas)
Ibu :”Belum, Ran. Ibu sudah telepon rumah sakit tempat ayah kamu kerja. Mereka bilang ayah sudah pulang dari jam 14.00 tadi.” (berhenti mondar-mandir)
Rani :”Lantas ayah pergi kemana, Bu?”
Ibu :”Ibu juga tidak tahu, Ran.”Pukul 03.00 pagi ayah Rani pulang. Ayah Rani pulang dalam keadaan mabuk. Ibu Rani yang melihat kondisi suaminya yang seperti itu menangis. Baru pertama kali suaminya mabuk-mabukan dan pulang subuh seperti itu.
Ibu :”Masyaallah, ayah. Kenapa ayah seperti ini?”(merangkul ayah)
Ayah :”Sudah diam! Aku tidak butuh bantuanmu pergi sana kau semakin membuatku kesal!”(dengan jalan terhuyung)
Ibu : (nekat menolong ayah) “Ayah, biar aku bantu berjalan.”
Ayah : (melotot) “Berani-beraninya kau! Aku bilang pergi.”
Ibu :”Tidak bisa!”
Ayah : (menampar ibu) “Plaaaaakkkkkkkkkkkkkkk.....”
Ibu : (tersungkur) “Sebenarnya apa yang sedang terjadi?” (matanya berlinangan)
Ayah :”Sudah diam! Aku mau tidur dulu!” (pergi meninggalkan ibu sendiri)

Adegan ketiga 

      Keesokan harinya, teman-teman Rani datang ke rumah. Rumah Rani yang begitu mewah membuat teman-teman Rani kagum. Halaman rumahnya yang luas, dengan dihiasi beraneka ragam tanaman hias yang cantik dan air mancur yang indah dengan kolam yang berisi ikan-ikan beraneka ragam warnanya.
Aryan:”Assalamu’alaikum. Rani, kami datang.”
Rani : (bergegas membukakan pintu depan rumah) “Wah, kalian sudah datang. Ayo silahkan masuk.”
Rani : (membawakan makanan ringan dan es Manado) “Silahkan dinikmati.” (tersenyum ramah)
Sabrina :”Wah, merepotkan. Terima kasih, Rani.”
Willy :”Terima kasih, sayang.” (sambil malu-malu)
Hafid :”Ayo, kita mulai mengerjakan tugas.” (mengangkat pensilnya ke atas)Beberapa menit kemudian, terdengar dari lantai atas ayah dan ibu Rani bertengkar. Teman-teman Rani kaget mendengarnya. Seketika Rani naik ke atas memastikan apa yang sedang terjadi dengan kedua orangtuanya.
Ibu :”Jadi ayah selama ini berselingkuh?”(duduk di kasur dengan lemas)
Ayah :”Benar, aku sudah bosan hidup denganmu. Kau selalu sibuk dengan pekerjaanmu. Dan aku pun juga. Kau tidak bisa membagi waktumu. Masak pun kau tidak bisa. Aku ingin mencari pendamping hidup yang baru. yang pastinya tidak bidan seperti kau lagi. (menghela nafas) Aku minta cerai.”
Ibu : (menangis) “Baiklah jika itu maumu. Tapi jangan ceritakan masalah ini kepada Rani. Aku tidak mau anak kita dipermalukan oleh teman-temannya gara-gara kita.”
Ayah :”Aku tahu itu. Maafkan aku.”Rani yang sedari tadi mendengarkan pertengkaran kedua orangtuanya dari balik pintu kamar, berlari ke kamarnya dengan berlinangan air mata. Teman-teman Rani yang dari tadi menunggu kedatangan Rani mulai resah. Kemudian mereka memutuskan izin pamit kepada pembantu Rani.

Adegan keempat

      Akhir-akhir ini Rani sering melamun dan gampang sekali tersinggung. Sabrina, Hafid, dan Aryan tidak bisa tinggal diam melihat teman mereka. Kemudian mereka menghampiri Rani.
Sabrina :”Rani, sebenarnya apa yang sedang terjadi?” (duduk di dekat Rani)
Hafid :”Akhir-akhir ini sifatmu aneh kepada kami. Apa kami mempunyai kesalahan? Tolong ceritakan kepada kami supaya kami bisa merubah sifat kami.”
Aryan :”Apa kamu bertengkar lagi dengan Willy.”
Rani : (menghela nafas panjang) “Bisakah kalian tidak menggangguku? Biarkan aku menyelesaikan masalahku sendiri. Aku tidak butuh teman seperti kalian!”
Hafid :”Kenapa kamu kasar sekali? Baiklah kami tidak ingin ikut campur masalahmu lagi. Maaf mengganggu. Permisi!” (pergi meninggalkan Rani disusul dengan Aryan dan Sabrina)Datang Willy dengan membawakan sekotak makan siang untuk Rani.
Willy :”Hay, kenapa kamu melamun? Aku bawakan makan siang untukmu.” (bersemangat)
Rani :”Aku sedang tidak berselera makan.”
Willy :”Lhoh, kamu kenapa? Ada masalah?” (mengerutkan kening)
Rang :”Aku mau cerita padamu asal kamu berjanji tidak menceritakan kepada siapa-siapa.”
Willy :”Janji.”
Rani : (mendekatkan bibirnya ke telinga Willy. Dengan suara lirih dia berbisik) “Ayah dan ibu akan bercerai.”
Willy : (matanya terbelalak) “Apa! Kau pasti bercanda. Tidak mungkin.”
Rani :”Mungkin, mereka sepakat bercerai. Dan aku tidak tahu harus berbuat apa.”
Willy : (merangkul Rani) “Sudah tenang, semua akan baik-baik saja. Aku akan selalu ada untukmu. Supaya kahu tidak pusing karena terlalu memikirkan masalah ini, akan ku ajak kau ke suatu tempat yang menyenangkan.”Rupanya Willy memanfaatkan keadaan ini, dia mengajak Rani ke diskotik. Dia mengajak Rani ke diskotik tempat biasa dia mangkal. 
Rani :”Lhoh, kenapa kamu mengajakku ke tempat seperti ini. Aku mau pulang saja.” (dengan nada kesal)
Willy :”Hey, tenang dulu (meraih tangan Rani). Kita bisa senang-senang di sini tanpa ada orang yang melarang kita. Ayo, percaya padaku. Kau belum pernah merasakan anggur bukan? Biar aku yang mentraktir.”
Willy :”Ayo duduklah. Tidak apa-apa. Seperti inilah pemandangan diskotik. Lama-lama kamu terbiasa. Sudah jangan kau hiraukan. Ayo ke sini.” (menepuk-nepuk sofa yang berwarna merah maron)
Rani : (ragu-ragu dan duduk berdempetan dengan Willy) “Willy, aku takut.”
Willy :”Sudahlah, ayo nikmati saja kita senang-senang sampai besok pagi.” (menuangkan anggur ke gelas dan menyodorkannya ke Rani) Ayo coba, ini rasanya enak sekali. Kau ingin terbebas dari beban pikiranmu, bukan? Cobalah, pasti kamu akan baikan.”
Rani : (tanpa pikir panjang, Rani meminum segelas anggur yang dituangkan Willy) “Aku ingin lagi.”
Willy : (tersenyum) “Kau bercanda? Kau bisa mabuk!”
Rani :”Sudah biarkan saja, aku sudah bosan hidup.” (bersandar di pundak Willy dan memejamkan mata)
Willy : (mengambil obat tidur dari sakunya lalu memasukkanya ke dalam gelas Rani) “Ini, minumlah.”
Rani :”Enak sekali." (beberapa menit kemudian pandangan Rani kabur lalu pingsan)Willy seketika menggendong Rani ke kamar. Lalu tanpa pikir panjang ia langsung menelanjangi Rani dan melakukan hal yang selayaknya dilakukan oleh sepasang suami istri. Rani tertidur pulas, dia tidak tahu bahwa dirinya dalam bahaya. Keesokan harinya Rani terbangun, dan dia terkejud dilihatnya dia telanjang. Lalu dia menangis sambil mengingat-ingat kejadian tadi malam. Ketika dia sadar bahwa Willy lah yang melakukan semua ini kepadanya, dia bergegas pergi dari kamar lalu menemui Willy.Rani sudah mencari kerumah Willy, tapi dia tidak menemukan Willy di rumah. Rani frustasi. Pada siapa dia akan mengadu. Dan siapa pula yang akan bertanggung jawab. Pastilah sebentar lagi dia akan hamil.

Adegan kelima

         Sudah seminggu Rani tidak masuk sekolah. Aryan, Sabrina, dan Hafid mulai khawatir. Akhirnya mereka putuskan untuk pergi menjenguk Rani untuk memastikan keadaanya.
Hafid :”Permisi tante, Rani ada?”
Ibu :”Ada. Dia ada diatas.”
Sabrina :”Tante, sebelumnya kami ingin bertanya kepada tante. Sebenarnya pa yang sedang terjadi pada Rani? Akhir-akhir ini sifatnya berubah dan dia sudah 1 Minggu tidak sekolah. Apa yang sedang terjadi, Tan?”
Ibu :”Sebaiknya kalian duduk dulu. Tante akan ceritakan semuanya pada kalian.”
Aryan :”Baik.”
Ibu :”Rani hamil. Dan itu adalah kesalahan kami. Kami bercerai. Mungkin karena kami bercerai membuat mental Rani down. Dan akhirnya Rani terjerumus ke arah yang negatif.” (menangis tersedu-sedu)
Aryan :”Masyaallah, Rani hamil?” (terkejut)
Hafid :”Apa ayah Rani sudah tahu hal ini?”
Ibu :”Belum.”
Aryan :” Lantas siapa yang melakukannya?” 
Ibu :”Tante juga tidak tahu. Setiap tante bertanya pada Rani, Rani selalu menangis. Tante bingung. Tante harus bagaimana?”
Sabrina :”Pati ini gara-gara Willy. Rani pacar Willy bukan? Dan kalian pasti sudah tahu, Willy itu bukan orang yang baik-baik. Dia sering mabuk-mabukan. Dan dia sering sekali kelar masuk BK.”
Hafid :”Iya, benar juga. Pasti dia. Sekaran ayo kita cari Willy. Bila perlu kita masukkan dia ke penjara. Kita tuntut Willy untuk bertanggung jawab.”
Sabrina : (sambil menatam ibu Rani) “Tante, kami tahu perasaan tante sekarang. Kami akan membantu tante. Tante yang sabar. Pasti kami akan menangkap Willy. Dan Willy pastilah dihukum dengan sepantasnya. Serahkan pada kami.”
Ibu :”Terima kasih. Maaf kami merepotkan.”
Aryan :”Kami sahabat Rani. Dan inilah bukti ksetiaan kami.”

Adegan keenam

        Siang itu rumah Willy digrebeg polisi. Polisi memergoki Willy sedang mengkonsumsi sabu-sabu. Polisi segera  membawa Willy ke kantor polisi. Dan Willy dimasukkan ke penjara anak. Sabrina, Hafid, dan Aryan merasa puas. Dan mereka pergi ke rumah Rani untuk memberi kabar kepada ibu Rani.
Sabrina :”Tante, Willy sudah kami serahkan ke pihak yang berwajib.”
Ibu :”Terima kasih.” (terharu)
Hafid :”Sama-sama, Tan. Bolehkah kami bertemu dengan Rani?”
Ibu :”Tentu saja. Mari tante antarkan kalian ke atas.”Dua menit kemudian.
Ibu : (membukakan pntu kamar Rani) “Silahkan masuk. Maaf tante tidak bisa menemani kalian.”
Aryan :”Terima kasih.”
Sabrina : (mendekat ke arah Rani) “Rani, ini kami. Sabrina, Hafid, dan Aryan. Kami sudah tahu masalah yang menimpamu. Dan kami sudah membereskan Willy. Kami sudah menyerahkan Willy ke kantor polisi.”
Rani : (berlari ke arah Sabrina dan memeluk Sabrina sambil menangis) “Maafkan aku, maafkan aku yang tidak bisa jujur kepada kalian. Aku menyesal. Maafkan aku. Seharusnya aku lebih percaya kepada kalian. Kepada teman-temanku. Aku terlalu bodoh. Aku terlalu percaya kepada Willy. Seharusnya aku mendengarkan kalian. Maafkan aku.” (menangis tersedu-sedu)
Aryan :”Sudah jangan menangis. Semua ini sudah terjadi. Kita tidak mungkin bisa memutar waktu. Sekarang kita pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa. Kami sebagai sahabatmu pasti akan selalu mendukungmu. Bagaimana pun kondisimu kami tetap menjadi sahabatmu.”
Hafid :”Benar, Ran. Kau tak perlu menangis. Semua terjadi karena kita lengah. Segeralah bertaubat kepada Allah.”
Rani :”Terima kasih. Kalian terlalu sempurna untukku. Terima kasih atas semuanya.”
Sabrina :”Sama-sama. Ran, apakah kau sudah siap menjadi ibu yang baik?”
Rani :”Aku siap! Aku akan menanggung resiko ini.”
Aryan : (meneteskan air mata) “Begitu indah dunia ini jika kita saling memaafkan, saling mengasihi, saling memberi, dan saling melengkapi satu sama lain.” (memeluk Rain, dan Sabrina lalu disusul oleh Hafid)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar